BIOGRAFI SOEHARTO
Soeharto
adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta,
tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga
sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama
Sukirah.
Soeharto
masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula
disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes,
lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul.
Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro.Soeharto dititipkan
di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri
tani.
Sampai
akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa
Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.
Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai
Mangkunegaran.Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan
tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah
24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti,
Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala
Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal
Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer
dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan
tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan
komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.Pada tahun 1949, dia berhasil
memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah
Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman.
Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1
Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan
Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai
Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto
menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya,
mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin
Besar Revolusi Bung Karno.
Karena
situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa
MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan
selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa
warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
Haji
Muhammad Soeharto, dipanggil akrab Pak Harto, adalah sosok nama besar yang
memimpin Republik Indonesia, selama 32 tahun. Suatu kemampuan kepemimpinan luar
biasa yang harus diakui oleh teman dan lawan politiknya (senang atau tidak). Ia
menggerakkan pembangunan dengan strategi Trilogi Pembangunan (stabilitas,
pertumbuhan dan pemerataan). Bahkan sempat mendapat
penghargaan dari FAO atas keberhasilan
menggapai swasembada pangan (1985). Maka, saat itu pantas saja ia pun
dianugerahi penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Nasional.Namun, akhirnya ia
harus meletakkan jabatan secara tragis, bukan semata-mata karena desakan
demonstrasi mahasiswa (1998), melainkan lebih akibat pengkhianatan para
pembantu dekatnya yang sebelumnya ABS dan ambisius tanpa fatsoen politik.
Saat ia
baru meletakkan jabatan, ada rumor yang berkembang. Seandainya Pak Harto
mendengar hati nurani isteri yang dicintainya, Ibu Tien Soeharto, yang konon,
sudah menyarankannya berhenti sekitar sepuluh tahun sebelumnya, pasti
kepemimpinnya tidak berakhir dengan berbagai hujatan yang memojokkannya
seolah-olah ia tak pernah berbuat baik untuk bangsa dan negaranya.Ia memang
seperti kehilangan ‘inspirasi’ dan ‘teman sehati’ setelah Ibu Tien Soeharto
meninggal dunia (Minggu 28 April 1996). Pak Harto bukan pria satu-satunya yang
merasakan hal seperti ini. Banyak pria (pemimpin) yang justru ‘kuat’ karena
didukung keberadaan isterinya. Salah satu contoh, Bill Clinton mungkin sudah
akan jatuh sebelum waktunya jika tak ditopang isterinya Hillary Clinton.
Saat
mahasiswa dan berbagai kelompok masyarakat terus melancarkan demonstrasi
meminta Presiden Soeharto dan Wapres BJ Habibie turun serta Golkar dibubarkan.
Saat itu, Pak Harto masih terlihat yakin bahwa demonstrasi itu akan surut dalam
waktu yang tidak terlalu lama lagi. Maka pada awal Mei 1998, ia berangkat ke
Kairo, Mesir, untuk menghadiri KTT Nonblok. Saat berangkat, di bandara Halim
Perdanakusuma, ia dilepas Wakil Presiden BJ Habibie, Fangab Feisal Tanjung,
juga Ketua Harian ICMI Tirto Sudiro dan sejumlah menteri lainnya yang sebagian
diantaranya kemudian mengkhianatinya.
Sementara, sepeninggal Pak Harto,
dalam beberapa hari kemudian, suasana Jakarta semakin mencekam. Selain akibat
demonstrasi mahasiswa makin marak, juga tersiar isu terjadi sesuatu misteri
dalam tubuh ABRI. Misteri itu diwarnai arah pengelompokan dalam tubuh militer
itu. Selain banyak aktivis pro demikrasi ‘hilang’ entah kemana, juga diisukan
ribuan anggota militer ‘menghilang’ dari kesatuannya memembawa persenjataan
lengkap dan amunisi cadangan.
“Apa yang sesungguhnya sedang terjadi
di Indonesia ? ", adalah suatu tanda tanya besar yang harus segera dicari
jawabannya. Apakah suatu power game sedang dimainkan di Indonesia? Siapa yang
bermain dengan kelompok bersenjata, serta bagaimana peta kekuatan gerakan
sipil? Adalah sesuatu yang harus kita analisa bersama,” tulis sebuah majalah
ketika itu. Beberapa pertanyaan yang sampai hari ini tetap misterius.
Suasana makin mencekam, pada 12 Mei
1998, akibat terjadinya penembakan mahasiswa di kampus Universitas Trisakti,
yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Trisakti. Empat orang mahasiswa gugur.
Mahasiswa makin ‘marah’. Hampir di seluruh kampus terjadi demonstrasi. Bahkan
sebagian mulai keluar dari kampusnya. Bersamaan dengan itu, terjadi pembakaran
mobil di sekitar parkir dekat Universitas Trisakti.
Bahkan, 13 Mei 1998, mahasiswa seperti
dipancing untuk keluar dari kampusnya. Situasi di Universitas Katolik Atmajaya
Jakarta justeru mengundang tanda tanya. Ada sekelompok demonstran yang
melempari mahasiswa dalam kampus itu karena mereka tidak keluar dari kampusnya.
Para mahasiswa tetap berada dalam kampus dalam suasana berkabung.
Besoknya, 14 Mei 1998, terjadilah
malapetaka di Jakarta. Warga keturunan Cina menjadi sasaran. Pertokoan dan
pusat-pusat perbelanjaan dibakar. Saat itu, Jakarta seperti tak punya petugas
keamanan. Sementara para petinggi ABRI berada di Malang. Di lapangan sangat
terasa ada provokator yang menggerakkan. Di beberapa tempat, ada teriakan:
“Mahasiswa datang… mahasiawa datang!”
Dalam
kondisi chaos itu, rupanya mahasiswa sangat jeli. Tampaknya, mereka menghindari
dijadikan kambinghitam. Karena hari itu, dan besoknya, tidak ada demonstrasi
mahasiswa yang keluar dari kampusnya. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang
sebelumnya tidak biasa ikut demonstrasi, memilih tidak pulang dari kampus
daripada terjebak di jalan yang penuh kerumunan.Situasi ini memaksa HM Soeharto
pulang lebih cepat dari jadual dari Mesir. Sebelum pulang, beredar isu bahwa ia
akan dihadang oleh mahasiswa. Tapi Soeharto tetap pulang, tanpa terjadi
penghadangan seperti diperkirakan sebelumnya. Sebelum pulang, di hadapan warga
Indonesia di Mesir, ia menyatakan bersedia mundur jika rakyat menghendakinya.
Saat itu, ia menegaskan tidak akan menggunakan kekuatan bersenjata melawan
mahasiswa dan kehendak rakyat.
Setelah
mundur, Pak Harto pun menjadi bulan-bulanan caci-maki dan hujatan. Bukan hanya
dari orang-orang yang sebelumnya tidak sejalan dengan Pak Harto, melainkan
lebih lagi dari para menteri dan tokoh-tokoh Golkar yang selama ini tak
sungkan-sungkan melakukan berbagai carauntuk bisa mendekat. " Memang dalam
politik tidak ada persahabatan yang kekal, hanya kepentinganlah yang
abadi".
Mereka
tidak segan-segan memosisikan Pak Harto dan keluarga Cendana ibarat keranjang
sampah. Tempat pembuangan semua yang kotor. Bahwa semua kekotoran pada era Orde
Baru ditimpakan ke pundak Pak Harto dan keluarganya. Sepertinya, HM Soeharto
dan keluarganya sebagai satu-satunya yang melakukan korupsi pada era
itu.Presiden RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari
2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak
Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama
24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP),
Jakarta.
sumber : http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-presiden-soeharto.html
http://soehartocenter.com/biografi/biografi/e-ti/index.shtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar